Aku sendiri tidak
ingat awal mulanya bertemu dengan kekasih hatiku. Sejujurnya ia pun sama
seperti sebagian perempuan lain di dunia ini. Tapi sejak pertama kali aku
bertemu dengannya, aku langsung terpesona dengan kecantikannya.
Bicaranya sangat lembut, dan sorot matanya nakal menggoda. Setiap kali aku bertemu, aku selalu dibuat tak berdaya.
Kurasa ini yang namanya jatuh cinta, pikirku.
Bicaranya sangat lembut, dan sorot matanya nakal menggoda. Setiap kali aku bertemu, aku selalu dibuat tak berdaya.
Kurasa ini yang namanya jatuh cinta, pikirku.
Mungkin benar kata
orang; cinta itu buta. Orang bilang aku sedang mabok kepayang, gila cinta. Tapi
apapun sebutannya, aku tidak peduli. Aku benar-benar menjadi tidak peduli
dengan sekitarku. Segala gerakan, nafas, dan sepanjang hidupku, seluruhnya
kuberikan hanya untuk kekasih hatiku seorang.
Aku menikmati
indahnya dunia dengan cinta bersama kekasih hatiku.
Selepas senja. Aku
singkap gaun beludru kekasih hatiku yang berwarna abu-abu, seperti kabut
mendung. Jembutnya yang keriting bagai ribuan semut kusut di pinggir vagina,
membangkitkan api birahiku. Aku segera menanggalkan baju dan celanaku, dan
kukeluarkan kemaluanku. Lalu aku bersenggama dengan kekasih hatiku, berulang kali, lagi,
lagi, dan lagi… Hingga subuh.
Kelelahan menidurkan
diriku sepanjang matahari. Semua kenikmatan dan keindahan yang telah aku reguk
lenyap tanpa meninggalkan setitik cahaya. Aku terlelap dalam mimpi yang gelap.
Tapi tak apa, karena aku sudah tidak membutuhkan mimpi lagi. Lagi pula mimpi
hanya ada ketika mata terpejam. Sedangkan aku sudah mendapatkan keindahan ini
dalam mata terbuka, jadi aku jelas sudah tak butuh mimpi lagi. Aku sudah
mendapatkan semua kenikmatan dan keindahan yang sesungguhnya di dalam kehidupan
nyata, dan bukan hanya sekedar mimpi lagi.
Pada saat aku membuka
mata, aku melihat tubuh kekasih hatiku masih dalam keadaan telanjang di
sebelahku. Kulitnya yang mulus memancarkan kilauan cahaya, dan selalu membuat
mataku silau. Senyumnya yang mempesona dan nakal menggoda, selalu membuat
jantungku berdebar-debar. Payudaranya yang putih dan lembut, selalu
membangkitkan gairahku. Dan vaginanya yang melambai-lambai, selalu membuatku
melayang tinggi hingga jauh membelah langit-lapis-langit.
Aku sudah kembali
terangsang hebat. Tapi sifat manusia yang aku miliki selalu tidak merasa puas, selalu ingin lebih, lebih, dan lebih…
Maka aku kelupas kulit tubuhku, supaya aku bisa lebih dalam lagi merasakan gemuruh
nikmatnya bercinta. Kontolku kembali menghentakan kaki, mengangkat kepalanya,
dan membusungkan dadanya, seperti tentara kecil yang siap untuk bertempur.
Persetubuhan pun
kembali terjadi, lagi, lagi, dan lagi…. Hingga pada hingga.
Tapi pagi ini…
Meskipun aku sangat
letih, mataku tidak bisa terpejam, aku tidak bisa tidur. Dan cahaya matahari
seakan-akan menjelma ribuan paku yang menancap di seluruh lubang pori-pori
kulit tubuhku, membuat tubuh ini terasa perih. Sangat perih sekali.
Aku bangkit berdiri,
lalu berlari menghindar dari terjangan sengatan matahari, tapi perih yang
menyerang tubuhku tetap saja tidak berkurang sakitnya. Aku kembali berlari
semakin menjauh, berlari, berlari, dan berlari lagi… Tapi usahaku nampaknya
akan menemui kegagalan, karena di tanah gersang ini, tidak kutemui pohon untuk
berlindung. Tubuhku mulai berdarah-darah, dan aku sangat kehausan. Tapi tak
kutemukan juga sebuah telaga untuk mengaliri tenggorokanku.
Akhirnya tenagaku
habis terkuras. Aku sudah tidak sanggup lagi berlari menghindari sengatan
matahari. Pandangan mataku menjadi berbayang. Kepalaku terasa sangat berat
sekali, dunia pun serasa berputar-putar.
Aku mencoba untuk
memejamkan mata sebentar, namun pada saat aku kembali membuka, aku pun terkejut
dengan penglihatanku sendiri. Ternyata kekasih hatiku sudah kembali berdiri
tepat di depanku, sangat dekat sekali. Ia juga masih telanjang. Ia kembali
menebarkan aroma yang sangat harum. Memperlihatkan wajahnya yang cantik.
Memamerkan kulitnya yang bersih. Ia juga meliukan tubuhnya yang indah dan
menggiurkan.
Sejenak kami saling
beradu pandang.
Kemudian kekasih
hatiku mengalungkan bunga di leherku, dan langsung memeluk tubuhku. Nafasnya
yang harum merasuk ke dalam tubuhku, dan melumpuhkan urat saraf-sarafku.
Senyumnya yang mempesona bagai bara yang membakar darahku, membuat tubuhku
mendidih.
Dan sama seperti
sebelumnya, aku pun kembali tidak berdaya dan pasrah dibuatnya. Tapi kali ini
ketidakberdayaanku dan kepasrahanku bukan karena aku terangsang dengan kekasih
hatiku, tapi lebih dikarenakan aku sudah tidak punya tenaga dan kekuatan lagi.
Jadi aku hanya mengikuti kemauan kekasih hatiku mengarahkannya, tanpa bisa aku
menolaknya.
Dan tiba-tiba…
Terjadi gerhana mata.
Mataku seketika tidak bisa melihat apa-apa lagi, semua yang ada di depanku
hanyalah gelap, gelap, gelap, dan hitam. Aku pun ambruk ke belakang, di tanah
kering dan berdebu.
Kucoba untuk membuka
hati, dan melihat dengan mata batinku.
Tubuh kekasih hatiku
pun telah menindih tubuhku.
Tapi kekasih hatiku
berubah. Wajahnya yang cantik berubah menjadi sangat menyeramkan. Seluruh
kulitnya yang mulus, kini berbulu hitam lebat, seperti serigala. Di kepalanya
tumbuh tanduk, seperti banteng. Bibirnya yang merah mawar, berubah menjadi
hitam. Giginya putih, berubah menjadi deretan taring-taring tajam. Nafasnya
yang harum, berubah menjadi sangat bau, seperti bangkai. Dan air liurnya terus
menetes dari mulutnya, bagai lendir yang sangat menjijikan.
Aku sangat ketakutan,
tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak sanggup untuk berlari, tenagaku
sudah habis terkuras. Aku lemas dan sekarat. Aku mencoba untuk berkata, tapi
tenggorokanku kering dan perih. Suaraku sangat lirih, hampir menyerupai
bisikan.
Maka aku dekatkan
mulutku ke telinganya, dan kukatakan, “De Vil… Kekasih hatiku… Tolong,
kalungkan saja seutas tali di leherku. Jangan bunga lagi ya, Please…”
* * * * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar