Selasa, 14 Februari 2012

Kekasihku



Aku sendiri tidak ingat awal mulanya bertemu dengan kekasih hatiku. Sejujurnya ia pun sama seperti sebagian perempuan lain di dunia ini. Tapi sejak pertama kali aku bertemu dengannya, aku langsung terpesona dengan kecantikannya.
Bicaranya sangat lembut, dan sorot matanya nakal menggoda. Setiap kali aku bertemu, aku selalu dibuat tak berdaya.
Kurasa ini yang namanya jatuh cinta, pikirku.
Mungkin benar kata orang; cinta itu buta. Orang bilang aku sedang mabok kepayang, gila cinta. Tapi apapun sebutannya, aku tidak peduli. Aku benar-benar menjadi tidak peduli dengan sekitarku. Segala gerakan, nafas, dan sepanjang hidupku, seluruhnya kuberikan hanya untuk kekasih hatiku seorang.
Aku menikmati indahnya dunia dengan cinta bersama kekasih hatiku.
Selepas senja. Aku singkap gaun beludru kekasih hatiku yang berwarna abu-abu, seperti kabut mendung. Jembutnya yang keriting bagai ribuan semut kusut di pinggir vagina, membangkitkan api birahiku. Aku segera menanggalkan baju dan celanaku, dan kukeluarkan kemaluanku. Lalu aku bersenggama dengan kekasih hatiku, berulang kali, lagi, lagi, dan lagi… Hingga subuh.
Kelelahan menidurkan diriku sepanjang matahari. Semua kenikmatan dan keindahan yang telah aku reguk lenyap tanpa meninggalkan setitik cahaya. Aku terlelap dalam mimpi yang gelap. Tapi tak apa, karena aku sudah tidak membutuhkan mimpi lagi. Lagi pula mimpi hanya ada ketika mata terpejam. Sedangkan aku sudah mendapatkan keindahan ini dalam mata terbuka, jadi aku jelas sudah tak butuh mimpi lagi. Aku sudah mendapatkan semua kenikmatan dan keindahan yang sesungguhnya di dalam kehidupan nyata, dan bukan hanya sekedar mimpi lagi.
Pada saat aku membuka mata, aku melihat tubuh kekasih hatiku masih dalam keadaan telanjang di sebelahku. Kulitnya yang mulus memancarkan kilauan cahaya, dan selalu membuat mataku silau. Senyumnya yang mempesona dan nakal menggoda, selalu membuat jantungku berdebar-debar. Payudaranya yang putih dan lembut, selalu membangkitkan gairahku. Dan vaginanya yang melambai-lambai, selalu membuatku melayang tinggi hingga jauh membelah langit-lapis-langit. 
Aku sudah kembali terangsang hebat. Tapi sifat manusia yang aku miliki selalu tidak merasa puas, selalu ingin lebih, lebih, dan lebih… Maka aku kelupas kulit tubuhku, supaya aku bisa lebih dalam lagi merasakan gemuruh nikmatnya bercinta. Kontolku kembali menghentakan kaki, mengangkat kepalanya, dan membusungkan dadanya, seperti tentara kecil yang siap untuk bertempur.
Persetubuhan pun kembali terjadi, lagi, lagi, dan lagi…. Hingga pada hingga.

Tapi pagi ini…
Meskipun aku sangat letih, mataku tidak bisa terpejam, aku tidak bisa tidur. Dan cahaya matahari seakan-akan menjelma ribuan paku yang menancap di seluruh lubang pori-pori kulit tubuhku, membuat tubuh ini terasa perih. Sangat perih sekali.
Aku bangkit berdiri, lalu berlari menghindar dari terjangan sengatan matahari, tapi perih yang menyerang tubuhku tetap saja tidak berkurang sakitnya. Aku kembali berlari semakin menjauh, berlari, berlari, dan berlari lagi… Tapi usahaku nampaknya akan menemui kegagalan, karena di tanah gersang ini, tidak kutemui pohon untuk berlindung. Tubuhku mulai berdarah-darah, dan aku sangat kehausan. Tapi tak kutemukan juga sebuah telaga untuk mengaliri tenggorokanku.
Akhirnya tenagaku habis terkuras. Aku sudah tidak sanggup lagi berlari menghindari sengatan matahari. Pandangan mataku menjadi berbayang. Kepalaku terasa sangat berat sekali, dunia pun serasa berputar-putar.
Aku mencoba untuk memejamkan mata sebentar, namun pada saat aku kembali membuka, aku pun terkejut dengan penglihatanku sendiri. Ternyata kekasih hatiku sudah kembali berdiri tepat di depanku, sangat dekat sekali. Ia juga masih telanjang. Ia kembali menebarkan aroma yang sangat harum. Memperlihatkan wajahnya yang cantik. Memamerkan kulitnya yang bersih. Ia juga meliukan tubuhnya yang indah dan menggiurkan.
Sejenak kami saling beradu pandang.
Kemudian kekasih hatiku mengalungkan bunga di leherku, dan langsung memeluk tubuhku. Nafasnya yang harum merasuk ke dalam tubuhku, dan melumpuhkan urat saraf-sarafku. Senyumnya yang mempesona bagai bara yang membakar darahku, membuat tubuhku mendidih.
Dan sama seperti sebelumnya, aku pun kembali tidak berdaya dan pasrah dibuatnya. Tapi kali ini ketidakberdayaanku dan kepasrahanku bukan karena aku terangsang dengan kekasih hatiku, tapi lebih dikarenakan aku sudah tidak punya tenaga dan kekuatan lagi. Jadi aku hanya mengikuti kemauan kekasih hatiku mengarahkannya, tanpa bisa aku menolaknya.
Dan tiba-tiba…
Terjadi gerhana mata. Mataku seketika tidak bisa melihat apa-apa lagi, semua yang ada di depanku hanyalah gelap, gelap, gelap, dan hitam. Aku pun ambruk ke belakang, di tanah kering dan berdebu.
Kucoba untuk membuka hati, dan melihat dengan mata batinku.
Tubuh kekasih hatiku pun telah menindih tubuhku.
Tapi kekasih hatiku berubah. Wajahnya yang cantik berubah menjadi sangat menyeramkan. Seluruh kulitnya yang mulus, kini berbulu hitam lebat, seperti serigala. Di kepalanya tumbuh tanduk, seperti banteng. Bibirnya yang merah mawar, berubah menjadi hitam. Giginya putih, berubah menjadi deretan taring-taring tajam. Nafasnya yang harum, berubah menjadi sangat bau, seperti bangkai. Dan air liurnya terus menetes dari mulutnya, bagai lendir yang sangat menjijikan.
Aku sangat ketakutan, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak sanggup untuk berlari, tenagaku sudah habis terkuras. Aku lemas dan sekarat. Aku mencoba untuk berkata, tapi tenggorokanku kering dan perih. Suaraku sangat lirih, hampir menyerupai bisikan.
Maka aku dekatkan mulutku ke telinganya, dan kukatakan, “De Vil… Kekasih hatiku… Tolong, kalungkan saja seutas tali di leherku. Jangan bunga lagi ya, Please…

* * * * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar